Panji Asmoro Bangun
Foto: Panji Asmoro Bangun (Id.museum-digital.org)
Panji Asmoro Bangun adalah tokoh protagonis dalam cerita, yang memainkan peran sentral untuk mengatur perkembangan konflik dalam narasi.
Panji Asmoro Bangun ini biasanya diceritakan sebagai pangeran yang gagah berani, romantis, dan memiliki banyak petualangan demi mencari cinta sejatinya, Dewi Sekartaji.
Wajahnya dihiasi dengan warna hijau sebagai cerminan karakternya yang baik hati.
Sifat-sifat jujur, sabar, gesit, dan kepahlawanan tercermin dari matanya yang berbentuk bulir padi.
Bibirnya yang sedikit terbuka menggambarkan sifat lembut dan budi luhurnya.
Titik emas yang terletak di antara alisnya menjadi tanda bahwa ia merupakan keturunan dewa.
Alisnya berbentuk nanggal sepisan, hidungnya mancung, dan bahkan terdapat kumis, menambahkan keanggunan dan keperkasaan pada penampilannya.
Foto: Dewi Sekartaji (Seni.id)
Dewi Sekartaji digambarkan sebagai seorang putri yang cantik jelita dari kerajaan Daha (Kediri).
Dalam beberapa versi cerita, ia terpisah dari kekasihnya, Panji, karena berbagai konflik atau kesalahpahaman.
Kisah mereka berisi petualangan, penyamaran, serta rintangan demi rintangan yang harus mereka hadapi sebelum akhirnya bersatu kembali.
Sama seperti Raden Panji Asmoro Bangun, topeng malangan Dewi Sekartaji memiliki ciri-ciri wajah yang khas.
Alisnya berbentuk nanggal sepisan, hidungnya mancung, dan terdapat titik emas di antara alisnya.
Wajahnya yang berwarna putih melambangkan kemurnian, kelembutan, dan kebaikan hatinya.
Baca Juga: 8 Ragam Pakaian Adat Riau dan Keunikannya, Elegan dan Bersahaja
Foto: Topeng Malangan Gunungsari (tjokrosuharto.com)
Topeng Gunungsari diidentifikasikan dengan mata sipit, hidung mancung kebawah, bibir tipis dan berwarna putih.
Mengutip web Kemdikbud, karakter Gunungsari ini rendah hati, lembut dan agak feminim.
Gerakan tariannya juga anggun dan mencerminkan karakteristik sosok wanita idaman pada masa itu.
Dalam beberapa pertunjukan, karakter ini mungkin diperankan sebagai seorang putri atau wanita bangsawan.
Foto: Dewi Ragil Kuning (Lazada.co.id)
Dewi Ragil Kuning adalah putri dari Prabu Tapa Agung, raja dari Kerajaan Daha Kediri, dan ia merupakan adik dari Dewi Sekartaji.
Ragil Kuning dikenal sebagai putri yang cantik jelita dan memiliki sifat yang lembut, baik hati, tegas, dan pemberani.
Topeng malangan Dewi Ragil Kuning, memiliki mata sipit, hidung mancung, gigi tidak tampak, dan berwarna kuning.
Klana Sewandana digambarkan sebagai raja yang gagah, perkasa, namun memiliki sifat kasar dan sering...
Kanjuruhan Hingga Majapahit
Berdasarkan informasi dari buku Maestro Seni Tradisi (2008), topeng di masa Kerajaan Kanjuruhan berfungsi sebagai sarana untuk ritual.
Memasuki masa Kerajaan Kediri, topeng tidak lagi terbuat dari emas, tetapi dari kayu, dan berfungsi sebagai properti tarian agar penari tidak perlu menggunakan riasan.
Tari topeng ini digunakan untuk menyambut tamu dengan cerita Ramayana atau Mahabarata.
Penggunaan Ramayana dan Mahabarata ini kemungkinan berkaitan dengan asimilasi budaya India dan Jawa di masa lalu.
Selanjutnya, di masa Kerajaan Singosari, fungsi topeng masih sama. Namun, dari segi cerita, ada tambahan penggunaan cerita Panji dan hal ini berlangsung hingga Kerajaan Majapahit.
Cerita Panji sendiri mengacu pada kumpulan cerita dari periode Jawa klasik, yaitu di masa Kerajaan Kediri (1042-1222).
Isi ceritanya berkaitan dengan kepahlawanan dan kisah cinta antara dua sejoli: Raden Inu Kertapati (Panji Asmarabangun) dan Dewi Sekartaji (Galuh Candrakirana).
Lalu, setelah masuknya Islam ke Tanah Jawa, para Wali Songo, khususnya Sunan Bonang dan Kalijaga, menjadikan topeng sebagai sarana penyebaran ajaran Islam.
Sepeninggal para Sunan, keberadaan tari topeng seolah tenggelam. Namun, kesenian ini kembali bangkit di tangan Surya Atmojo, abdi dalem Keraton Majapahit yang mengungsi ke daerah Malang.
Saat itu, ia membawa serta topeng serta keterampilan menarinya. Ia lalu mengabdi pada bupati pertama Kabupaten Malang sebagai Mantri Agung/Asisten Bupati.
Sang Bupati rupanya tertarik dengan keahlian tari topeng Surya Atmojo, hingga akhirnya menetapkan kesenian tersebut sebagai tarian khas Malang.
Tari topeng Malangan pun tidak lagi digunakan untuk sarana penyebaran Islam, tetapi menjadi sarana hiburan yang mengangkat cerita Panji.
Baca Juga: Mau Liburan ke Malang? Jangan Lewatkan Tujuan Hits Lembah Indah Malang!
Pewarisan Topeng Malangan
Foto: Topeng Malangan (kebudayaan.kemdikbud.go.id)
Karimoen atau Mbah Mun adalah maestro topeng Malang yang dihormati karena dedikasinya dalam melestarikan kesenian topeng Malang melalui Sanggar Asmorobangun di Dusun Kedungmonggo.
Setelah beliau wafat, ketokohannya diteruskan oleh Suroso dan Tri Handoyo.
Topeng Malang tidak hanya berfungsi sebagai sarana ritual tetapi juga memiliki nilai ekonomi dan sosial, serta menjadi identitas masyarakat Kedungmonggo.
Sanggar ini tetap aktif, dengan pertunjukan rutin dan produksi topeng untuk berbagai keperluan, termasuk suvenir.
Tempat Lahirnya Topeng Malangan
Dengan asal usul tari topeng Malangan yang begitu panjang, tidak bisa dipastikan kapan tepatnya kesenian itu muncul di kawasan Malang.
Namun, sejumlah desa di Malang sudah lama terkenal sebagai daerah kelahiran tari topeng Malang.
Salah satunya adalah dusun Kedungmonggo. Berdasarkan informasi dari situs resmi Kemendikbud, dusun ini sudah terkenal sebagai dusun penghasil topeng Malang sejak zaman Belanda.
Selain itu, tari topeng Malang pun sudah eksis di tahun 1890-an, saat Malang berada di bawah pimpinan bupati bernama Raden Sjarief yang bergelar Adipati Suryo Adiningrat.
Dengan begitu, Kedungmonggo pun termasuk daerah pertumbuhan tari topeng Malangan yang terbilang tua dan kuno di Kabupaten Malang.
Di tempat ini juga terdapat sanggar seni Asmorobangun yang didirikan seorang maestro topeng Malangan, Mbah Karimun, yang kini sudah mencapai generasi kelima.
Selain Kedungmonggo, ada juga dusun Tumpang, Tulus Besar, dan Glagahdowo yang juga tersohor sebagai daerah kelahiran tari topeng Malangan.
Sejarah Topeng Barong
Topeng Barong berasal dari Bali, Indonesia, dan telah digunakan selama berabad-abad dalam tarian Barong. Tarian ini awalnya digunakan sebagai upacara keagamaan untuk mengusir roh jahat dan membawa keberuntungan. Topeng Barong juga digunakan dalam upacara pernikahan dan upacara kematian.
Asal Usul Tari Topeng Malangan
Meski tidak banyak referensi dan catatan yang pasti, asal usul tari topeng Malangan tetap menjadi salah satu hal yang menarik dibahas.
Asal usul tari topeng Malangan tidak lepas dari sejarah topeng itu sendiri.
Dilansir dari situs resmi Kemdikbud, salah satu catatan sejarah menyebutkan bahwa topeng sudah dikenal sejak zaman Raja Gajayana (berkuasa sekitar tahun 760-789) dari Kerajaan Kanjuruhan.
Di masa itu, topeng pertama terbuat dari bahan emas dan dikenal dengan istilah “Puspo Sariro” yang artinya ‘bunga dari hati paling dalam’.
Topeng di masa itu termasuk dalam bagian tradisi kultural dan religius. Raja Gajayana menggunakannya sebagai simbol pemujaan terhadap sang ayah yang bernama Dewa Singha.
Oleh karena itu, tidak sedikit yang berpendapat bahwa asal usul tari topeng Malangan erat kaitannya dengan masa kejayaan Raja Gajayana.
Tarian tersebut pun diyakini sudah sering dibawakan di masa kerajaan tersebut.
Namun, sumber lain menyebutkan bahwa tari topeng Malangan diciptakan oleh raja pertama Kerajaan Panjalu (Kediri) bernama Airlangga yang menjabat pada 1019-1042.
Dikutip dari artikel jurnal “Tari Topeng Malangan sebagai Alternatif Wisata Budaya di Kota Malang” oleh Melany, penyebaran seni topeng kemudian terus berkembang hingga Kerajaan Singosari, yang didirikan oleh Ken Arok pada 1222 M.
Di masa itu, Raja Singosari menggunakan tari topeng Malangan untuk upacara adat, dengan mengusung setting drama tari dari kisah Ramayana, Mahabharata, dan Panji.
Selain itu, tari topeng juga menjadi sarana penyambutan dan penghormatan tamu dalam acara-acara resmi pemerintah.
Tari Topeng Malangan Sekarang
Seiring waktu, popularitas tari topeng Malangan kian surut. Namun, kesenian ini masih kerap digelar di kawasan Malang.
Selain sebagai bentuk hiburan, tarian ini rutin dilakukan untuk mempertahankan kelestarian tradisi dan budaya Malang.
Oleh karena itu, Sanggar Asmorobangun di Malang selalu mementaskan tari topeng Malangan setiap Senin Legi dalam kalender Jawa.
Pelaksanaan tarian ini juga menjadi bentuk perwujudan pesan Mbah Karimun, yaitu untuk tetap menjaga kelestarian kesenian topeng.
Pementasan tari topeng Malangan biasanya didahului dengan beberapa sesi.
Pertama, ada sesi gendang giro, yaitu berupa iringan musik gamelan pertanda dimulainya pertunjukan.
Sesi kedua adalah salam pembuka kepada penonton serta penyampaian sinopsis cerita pertunjukan.
Lalu, sesi terakhir adalah ritual sesajen, yang bertujuan untuk memberikan keselamatan kepada pemain dan penonton sehingga pertunjukan bisa berjalan lancar.
Baca Juga: 5 Lokasi Petik Buah Apel Malang, Agrowisata Asik Bersama Keluarga
Apa itu Topeng Barong
Topeng Barong adalah sebuah topeng tari tradisional Bali yang melambangkan makhluk-makhluk suci (para pengiring Ida Ratu Pancering Jagat) yang berstana di Pura Pancering Jagat, Trunyan. Topeng ini terbuat dari batok kelapa dan kostumnya terbuat dari keraras atau daun pisang yang sudah kering. Topeng Barong digunakan dalam tarian sakral yang memiliki makna religius dan budaya yang kuat
Wayang Topeng Malangan merupakan tradisi budaya dan religiusitas masyarakat Jawa semenjak Kerajaan Kanjuruhan yang dipimpin oleh Raja Gajayana semasa abad ke 8 M. Ini bisa penulis tafsirkan tentang fungsi Candi Badut (arti badut = tontonan) ini menunjukan bahwa saat itu candi berfungsi untuk tontonan “pendidikan yang disampaikan oleh Petinggi / Raja”. Sedangkan Raja Gajayana ini juga mahir menarikan tarian Topeng. Coba anda cermati dari bentuk bangunan candi.
Di Buku Henri Supriyanto, dituliskan Wayang Topeng Malangan mengikuti pola berfikir India, karena sastra yang dominan adalah sastra India. Jadi cerita Dewata, cerita pertapaan, kesaktian, kahyangan, lalu kematian itu menjadi muksa. Sehingga sebutan-sebutannya menjadi Bhatara Agung. Jadi itu peninggalan leluhur kita, sewaktu leluhur kita masih menganut agama Hindu Jawa, yang orientasinya masih India murni. Termasuk wayang topeng juga mengambil cerita cerita dari India, seperti kisah kisah Mahabarata dan Ramayana
Dari keterangan diatas bisa diperkuat oleh Almarhum Karimun Bahwa “Kesenian Topeng tidak diperuntukkan acara acara kesenian seperti sekarang ini. Topeng waktu itu yang terbuat dari batu adalah bagian dari acara persembahyangan. Barulah pada masa Raja Erlangga, topeng dikontruksi menjadi kesenian tari. Topeng digunakan menari waktu itu untuk mendukung fleksibilitas si penari. Sebab waktu itu sulit untuk mendapatkan riasan (make up), untuk mempermudah riasan, maka para penari tinggal mengenakan topeng di mukanya”
Saat kekuasaan Kertanegara di Singasari, wayang topeng ceritanya digantikan dengan cerita cerita Panji. Hal ini dapat dipahami ketika Kertanagera waktu itu menginginkan Singasari menjadi kekuasaan yang sangat besar ditanah Jawa. Panji yang didalamnya mengisahkan kepahlawanan dan kebesaran kesatria kesatria Jawa, terutama masa Jenggala dan Kediri.
Cerita Panji dimunculkan sebagai identitas kebesaran raja raja yang pernah berkuasa ditanah Jawa. Cerita cerita Panji yang direkonstruksi oleh Singasari adalah suatu kebutuhan untuk membangun legitimasi kekuasaan Singasari yang mulai berkembang.
Wayang Topeng ini dipakai media komunikasi antara kawulo dan gusti, antara raja dan rakyatnya. Kemampuan untuk menyerap segala sesuatunya dan membumikan dalam nilai kejawaan juga banyak terjadi tatkala Islam dan Jawa mulai bergumul dalam konteks wayang topeng.
Pada saat agama Islam masuk Jawa untuk merebut hati orang Jawa. Proses Islamisasi wayang topeng oleh para wali dengan menampilkan kisah marmoyo sunat adalah sederet cerita bagaimana Islam memproduksi nilai didalamnya. Cerita menak adalah sebagai tanda masuknya Islam ditanah Jawa. Oleh karena itu cerita menakjinggo yang selama ini dominan berkembang adalah cerita menak yang dikonstruk oleh keraton Mataram yang notabene Islam.
Topeng Malang Selatan Sulitnya keraton keraton Islam menaklukkan brang wetan yang didalamnya termasuk bekas keraton Singosari, mengakibatkan wayang topeng cerita menak kurang mendapatkan respon diwilayah ini. Hal lain yang mendorong wayang topeng cerita panji benar benar mendarah daging diwilayah brang wetan dikarenakan kebijakan mengembangkan wayang topeng yang ditanam kuat oleh Raden Wijaya, Raja Majapahit pertama. Topeng oleh Raden Wijaya dipergunakan sebagai media rekonsiliasi antara Kediri, Singosari dan Majapahit, Dalam merebut kuasa digunakan sebagai pengaruh dominan untuk tegaknya identitas politik.
Pada masa kolonial, daerah daerah perkebunan oleh mandor mandor belanda didirikan kembali kelompok kelompok topeng. Kenapa? Sebab daerah perkebunan adalah daerah daerah yang tingkat ekonominya sangat rendah dan kurang hiburan dan mudah dipengaruhi.
Perkembangan Topeng Malangan hanya menampilkan cerita cerita Panji sebagai relasi historis dengan sejarah Malang sendiri yang panjang, dan puncak perkembangan topeng mulai berkembang lagi saat pelarian pasukan Mataram Diponegoro, yang banyak bersembunyi di Malang Selatan yaitu daerah Panjen (Kepanjen) dan sekitarnya.
Para pelarian diponegoro menggunakan tari topeng digunakan sebagai kedok untuk menyembunyikan jati dirinya salam mendidik rakyat kecil dengan tujuan membangkitkan jiwa kemerdekaan dari ketidak adilan penguasa.
Dari cerita diatas bisa kita lihat secara jelas adanya pengrajin-pengrajin yang masih meproduksi, berada didaerah, misalnya :
Demikian sedikit data yang kebenarannya masih perlu di pertajam lagi, agar kejelasan identitas yang dari : Tari Topeng, Kerajinan Topeng Malang Selatan bisa semakin Hidup.
Diulas oleh : Agung Cahyo Wibowo
Sumber :http://agungkepanjen.blogspot.com/2011/04/topeng-malangan-dan-panji.html
Simbolisme Topeng Barong
Topeng Barong mewakili roh baik yang melindungi manusia dari roh jahat. Topeng ini memiliki bentuk kepala singa atau macan dengan bulu-bulu yang panjang dan warna-warna cerah. Simbolisme dari topeng Barong adalah kekuatan, keberanian, dan kebaikan.
Topeng Barong tidak hanya sekadar hiasan visual, tetapi juga mengandung makna filosofis yang mendalam. Barong melambangkan kebaikan, keberanian, dan perlindungan. Di dalam pertunjukan, Barong sering kali berhadapan dengan Rangda, sosok jahat yang melambangkan kekuatan kegelapan. Pertarungan antara Barong dan Rangda melambangkan perjuangan antara kebaikan dan kejahatan dalam kehidupan manusia.